Langsung ke konten utama

MONOLOG (HATIKU, RUMAHKU)

HATIKU ADALAH RUMAHKU
Sendiri, Tapi Tak Pernah Kesepian
---



Aku berjalan sendirian di bawah langit yang kelam. Bukan karena tak ada cahaya di sekitarku, melainkan karena aku memilih melangkah tanpa menoleh ke arah lain. Aku tahu di luar sana ada banyak hal yang bisa kuhadapi, banyak hal yang bisa kupegang, tapi entah mengapa, hatiku selalu memanggilku untuk kembali.

Bukan sepi yang kutakuti. Bukan juga kesendirian yang menakutkan. Justru dalam sepi, aku temukan sebuah kedalaman yang tak pernah kumengerti sebelumnya. Hati ini, rumah ini, adalah tempat paling aman untukku kembali. Di sini, aku tak perlu topeng, tak perlu perisai. Aku bisa melepas semua beban, membiarkan diriku benar-benar terlihat—rapuh, kuat, terluka, sembuh—semuanya dalam satu ruang yang sama.

Dulu, aku pikir aku bisa menemukan rumah di hati orang lain. Aku kira, dengan menyerahkan sebagian hatiku kepada mereka, aku akan merasa lebih lengkap. Tapi kenyataannya… aku merasa lebih hilang. Harapan yang kubangun, perlahan-lahan runtuh, seperti debu yang tertiup angin. Mereka datang dan pergi, meninggalkan jejak-jejak kecil yang tak pernah benar-benar hilang. Tapi aku sadar, rumahku yang sejati bukan di luar sana.

Aku adalah tempat paling aman bagiku. Aku adalah satu-satunya yang bisa menjaga perasaanku, harapanku, impianku, tanpa ada yang merusaknya. Dalam kesendirian ini, aku temukan cinta yang tak pernah kupikirkan sebelumnya—cinta pada diriku sendiri. Betapa butuhnya kita pada orang lain untuk merasa utuh, tapi betapa salahnya anggapan itu. Keutuhan tak pernah datang dari luar. Ia berasal dari dalam, dari keinginan untuk mengenali, menerima, dan memaafkan diri sendiri.

Setiap langkah di jalan ini adalah perjalanan kembali ke hatiku. Setiap tapak yang kutinggalkan di tanah yang basah adalah bukti bahwa aku kuat, meski kadang tak terlihat. Di sini, aku belajar bahwa tak ada yang lebih indah daripada mengenal diri sendiri. Tak ada yang lebih memuaskan daripada menerima setiap bagian dari diri, baik yang terang maupun yang gelap.

Aku tak ingin menolak apa pun yang datang. Aku hanya ingin menerimanya, memilah apa yang layak kubawa pulang ke dalam hatiku. Aku berjalan sendiri, ya, tapi bukan karena aku ditinggalkan. Aku berjalan sendiri karena aku memilih untuk pulang ke tempat di mana hanya aku yang tahu jalan masuknya.

Dan dalam perjalanan ini, aku belajar satu hal: kebahagiaan sejati bukan tentang dengan siapa kita berjalan, tapi ke mana kita pulang. Dan hatiku adalah rumahku—satu-satunya tempat yang tak akan pernah mengkhianatiku.

Jadi, aku terus berjalan. Meski sendiri. Meski di mata orang lain mungkin terlihat sepi. Tapi di sini, dalam hatiku, aku selalu tahu aku tak pernah benar-benar sendirian. Sebab aku punya diriku sendiri, dan itu cukup.


---
By. Fadillah Fani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DALAM DIAM, AKU MENCINTAIMU

DALAM DIAM AKU MENCINTAIMU Cinta Yang Sederhana Di tengah keramaian kelas yang penuh dengan tawa dan suara lelaki, ada satu sosok yang selalu berhasil mencuri pandanganku. Dia, seorang teman sekelas yang lebih sering diam dan menyendiri, hadir seperti bayangan yang teduh. Pendiam, misterius, namun memancarkan sesuatu yang tak dapat kujelaskan. Dari pertama kali melihatnya, ada rasa yang tumbuh begitu saja—bukan karena penampilannya, bukan pula karena sikapnya yang menonjol. Rasa itu hadir seperti hujan yang turun tanpa peringatan, seperti benih yang entah bagaimana tertanam di hatiku dan terus tumbuh, meski aku tak pernah menginginkannya. Aku tidak pernah memilih untuk jatuh cinta padanya. Namun, perasaan itu hadir begitu saja, seolah hidup di luar kendaliku. Seperti rumput liar yang tumbuh subur tanpa disirami, perasaan ini semakin kuat, semakin dalam. Ada sesuatu tentang dia yang tidak pernah bisa kugambarkan dengan kata-kata. Tatapannya yang tenang, gerak-geriknya yang selalu tampak...

CINTA DITOLAK? NALAR BERTINDAK!!

KETIKA MERASA DITOLAK : APAKAH AKU MEMANG LAYAK DICINTAI?  Hey gengs! Pernah nggak sih kalian baca quotes di medsos yang bunyinya kurang lebih kayak gini, "Kalau cinta  lu ditolak, coba balik pandangannya. Kalau lu jadi dia, apa lu mau sama diri lu yang kayak sekarang?" Waktu pertama kali baca kalimat ini, aku juga sempat kepikiran loh, "Hmmm, ada benernya nggak ya?" Kalimat itu ngajak kita buat coba melihat diri sendiri dari sudut pandang orang lain. Kalau kita ditolak, bukan cuma mikirin soal penolakan itu aja, tapi coba deh bayangkan kalau kita jadi orang yang nolak. Apakah kita akan tertarik dengan diri kita yang sekarang? Bukan berarti kita harus menyesuaikan diri sepenuhnya sama ekspektasi orang lain, tapi ini semacam ajakan buat introspeksi: "Apa aku udah jadi versi terbaik dari diriku?" atau “Apakah aku pribadi yang layak, menarik, dan bisa jadi harapan buat orang lain?” Nah, sebelum sedih dan mikir kalau kita nggak layak dicintai, yuk kita bahas h...

SENI MELAMUN

MELAMUN : SENI MENGGALI MAKNA DI BALIK KEHENINGAN Hai, teman-teman!  Kita semua pasti pernah mengalami momen ketika pikiran melayang jauh, entah saat lagi di tengah keramaian, antri, atau bahkan saat kerja. Melamun, atau yang sering kita sebut dengan "bengong," sering kali dianggap sebagai aktivitas yang sia-sia. Tapi, pernah gak sih kalian mikir kalau melamun itu bisa jadi salah satu cara paling efektif buat kita menemukan makna dalam hidup? Yuk, kita eksplor lebih jauh tentang seni melamun ini! Melamun: Kegiatan yang Terabaikan Pertama-tama, kita harus paham bahwa melamun itu wajar! Dalam dunia yang serba cepat ini, sering kali kita terjebak dalam rutinitas yang bikin otak kita kehabisan napas. Di saat-saat seperti itu, melamun bisa jadi pelarian yang menyenangkan. Kalian tahu kan, kadang dari situlah muncul ide-ide brilian yang gak pernah kita duga sebelumnya. Melalui melamun, pikiran kita bisa berkelana ke tempat-tempat yang mungkin selama ini terabaikan. Momen Refleksi D...